Atasi Tumpukan Sampah Elektronik Lewat Pengelolaan Tepat

Kondisi laptop yang tak berfungsi lagi membuat Kartini, pegawai swasta di bilangan Jakarta Barat membuang barang elektroniknya itu di tempat sampah kantornya.

Bagi perempuan berusia 35 tahun ini produk elektronik yang tak berfungsi atau tak dapat dipakai dapat dibuang begitu saja. Pasalnya, dirinya tak mengetahui pengelolaan sampah elektronik belum maksimal di Indonesia khususnya DKI Jakarta.

Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, barang elektronik yang tidak digunakan lagi merupakan salah satu sampah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 

Sampah spesifik ini pun membutuhkan pengelolaan khusus mengingat B3 merupakan zat, energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, masyarakat sebagai penghasil sampah masih belum memiliki kesadaran yang tinggi dalam upaya pengurangan sampah di sumbernya.

Hal ini disebabkan karena masyarakat belum memahami bahwa jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap individu di masyarakat menjadi tanggungjawab masing-masing individu.

"Masyarakat juga belum melakukan pemilahan sampah di setiap rumah tangga. Sehingga diperlukan strategi dan pendekatan melalui program Gaya Hidup Minim Sampah dan menjadikan sampah sebagai barang yang memiliki nilai ekonomi," ujar Rosa kepada KONTAN, Senin (27/11).

Rosa menjelaskan, sampah elektronik adalah barang elektronik dan/atau elektrikal dari rumah tangga, kawasan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial yang tidak digunakan lagi.

Contoh umum sampah elektronik yang bisa ditemui yakni TV tabung, baterai kering, Baterai basah, video/DVD/stereo system, antena, alat komunikasi, PC, laptop, fax, printer, fan, lampu, AC, mixer, microwave, mesin cuci, TV, setrika, mainan.

Dia menyebutkan, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta pada sosialisasi sampah yang mengandung B3 dan atau sampah yang mengandung limbah B3 di Makassar 3 Oktober 2023, laju timbulan sampah di DKI Jakarta pada tahun 2022 sebesar 0,76 kg/orang/hari dengan komposisi sampah yang mengandung B3 sebesar 1,2%.

Sementara sampah yang mengandung B3 terdiri dari sampah elektronik, sampah kemasan bekas B3, lampu dan baterai bekas, dan sampah medis. Berdasarkan prediksi, jumlah timbulan sampah yang mengandung B3 pada tahun 2022 sebesar 97,4 ton/hari atau 35,551 ton/tahun.

"Berdasarkan hasil kajian timbulan sampah yang mengandung B3 dan/atau sampah yang mengandung Limbah B3 yang dilakukan oleh KLHK tahun 2022, jumlah timbulan sampah mengandung B3 dan/atau sampah yang mengandung Limbah B3 secara nasional di Indonesia tahun 2021 sebesar 10.450,55 ton per hari," ungkapnya.

"Dan, dengan metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk sehingga pada tahun 2030 jumlah timbulan sampah mengandung B3 menjadi sebesar 12.187,84 ton/hari dimana sampah elektronik termasuk salah satu jenis sampah yang dilakukan kajian," imbuh dia.

Proyeksi sampah elektronik ini pun ditunjukkan lewat penelitian yang diolah oleh ISN Lab by SISJ berjudul Electronic Waste Generation, Economic Values, Distribution Map, and Possible Recycling System in Indonesia yang diterbitkan pada 2021. 

Penelitian tersebut menghitung proyeksi sampah elektronik yang dihasilkan hingga 2040, dengan menggunakan data historis penjualan sampah elektronik yang tersedia sejak 1989 hingga 2019.

Dari data tersebut terlihat bahwa timbulan sampah elektronik per kapita juga meningkat pesat sejak dalam beberapa dekade hingga 2040.

Ditunjukkan tahun 1997 total timbulan sampah elektronik mencapai 3.715 unit dan jumlahnya naik pada tahun 2022 sebanyak 114,6 juta unit. Diperkirakan, pada 2040 total sampah elektronik hampir mencapai 270 juta unit.

Berangkat dari data tersebut, sampah elektronik ini berupa komputer desktop, laptop, mobile phone, dan tablet.

Melihat fenomena tersebut, Rosa bilang, pemerintah menyusun mekanisme penarikan kembali sampah yang mengandung B3 yang dituangkan ke dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai salah satu amanat kebijakan dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

"Saat ini KLHK sedang dalam proses menyusun rancangan peraturan Menteri KLHK tersebut," ujarnya.

Selain itu produsen yang menghasilkan produk elektronik berkewajiban untuk melakukan pembatasan, penarikan kembali melalui penyediaan sarana penampungan, dan pengelolaan lanjut sampah elektronik yang bersumber dari masyarakat, kawasan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial melalui penyusunan Peta Jalan Pengelolaan Sampah yang mengandung B3.

Roadmap ini tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik. Dalam pasal Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa produsen wajib melakukan pembatasan, penarikan kembali sampah yang mengandung B3 dan pengelolaan lanjut, termasuk sampah elektronik.

Untuk mengurangi jumlah sampah elektronik yang kian bertambah pesat, KLHK telah melakukan sosialisasi pengelolaan sampah yang mengandung B3 dan sampah yang mengandung Limbah B3 secara regional di Yogyakarta, Mataram, Makassar, Balikpapan, dan Pekanbaru.

"Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk segera menerapkan pengelolaan sampah yang mengandung B3 dan/atau sampah yang mengandung Limbah B3 di wilayahnya masing-masing, seperti yang telah dilakukan di DKI Jakarta, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, dan Kabupaten Jombang," ungkapnya.

Tak hanya Kartini, masih banyak masyarakat yang membuang sampah elektronik sembarangan. Padahal, ada berbagai cara untuk membuang sampah elektronik dengan benar.

Bagi yang tinggal di DKI Jakarta, tersedia fasilitas penjemputan e-waste yang disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, atau bisa juga menyerahkan sampah-sampah elektronik pada pihak yang bisa mengumpulkan sampah jenis ini.

Salah satunya perusahaan ritel Ace Hardware. Untuk mendukung pengelolaan sampah elektronik di masyarakat, emiten ritel berkode saham ACES ini menggelar program Bisa Baik atau (B)ersama atas(i) (sa)mpah (ba)rang Elektron(ik).

Ace Hardware menggandeng startup pengumpul sampah, Mountrash untuk mengoleksi sampah elektronik para pelanggan Ace Hardware.

Melinda Pudjo, Head of Corporate Communication and Sustainability PT ACE Hardware Indonesia Tbk mengatakan ada tiga belas jenis barang elektronik yang bisa disetorkan pelanggan Ace Hardware mulai dari kipas angin, bohlam LED, oven toaster, air cooler, setrika uap dan konvensional, kompor induksi, vacuum cleaner, high pressure cleaner, air purifier, hair dryer, air fryer, kamera CCTV, hingga baterai.

Untuk menarik perhatian pelanggan Ace Hardware melakukan program ini, Ace pun memberikan apresiasi berupa diskon tambahan sebesar 10% untuk pembelian jenis produk yang sama. Diskon tambahan ini berlaku untuk seluruh produk, bahkan produk yang sudah memiliki diskon sekalipun.

"Sejauh ini animo masyarakat cukup baik dengan jumlah sampah elektronik yang terkumpul di fase awal ini. Kami berharap kegiatan ini dapat terus berjalan hingga seterusnya, tidak hanya di 6 lokasi ACE di Jabodetabek, tapi nantinya juga menjangkau toko-toko ACE di luar kota, bahkan luar pulau Jawa," kata Melinda.

Sebagai catatan saja, saat ini program Bisa Baik dengan ACE sudah dijalankan di 6 lokasi, mulai dari ACE Artha Gading, ACE Gandaria City, ACE Living Plaza Ahmad Yani Bekasi, ACE Living World Alam sutera, ACE QBIG BSD, ACE Living Plaza Bintaro, ACE Living Plaza Puri.

Sebelumnya, Mountrash juga sempat mengumpulkan sampah elektronik dari masyarakat. CEO Mountrash Indonesia, Gideon Wijaya bercerita, sejak 2020 pihaknya sudah menjemput sampah-sampah yang sudah dipilah dari rumah pengguna, termasuk sampah elektronik.

Setiap sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut pun dibayar oleh Mountrash. Sayangnya, sistem ini tak efektif sehingga harus dihentikan.

"Di 2023 kami revisi. Sistemnya kami langsung bekerja sama dengan bank sampah induk di setiap kota. Bank sampah induk di setiap kota itu punya berapa unit, kami buat jaringan sistemnya secara digital," ujar Gideon.

Gideon mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah menghentikan sementara pengumpulan sampah elektronik. Pasalnya, dia tengah mengurus izin untuk pengumpulan sampah-sampah elektronik tersebut. Butuh izin untuk pengumpulan sampah elektronik, termasuk tempat penampungannya.

Selama proses pengumpulan sampah elektronik mereka lakukan, sampah yang terkumpul baru sebanyak 100 unit. Dari jumlah tersebut, 70 unit merupakan sampah yang dikumpulkan langsung dari masyarakat, sementara 30 unit lainnya merupakan sampah yang dikumpulkan yang bekerjasama dengan ACE Hardware.

Menurut Gideon, jumlah sampah elektronik yang terkumpul masih sedikit tak lepas dari ketidaktahuan masyarakat atas sampah elektronik ini.

"Masyarakatnya belum tahu. Kalaupun mau dibuang, lebih mudah memberikannya ke pelapak rongsokan yang ada di pinggir jalan. Sementara kan pelapak rongsokan juga bisa menaruhnya begitu saja,"katanya.

Lebih lanjut Gideon mengatakan, sampah-sampah yang mereka kumpulkan akan langsung dikirimkan ke industri pemanfaat yang berada di Purwakarta.

Bagi produsen, pengurangan sampah elektronik salah satunya bisa dilakukan dengan penarikan kembali, yakni dengan menyediakan sarana pengampungan atau Drop Box di lokasi-lokasi tertentu.

"Untuk selanjutnya dilakukan pengumpulan dan proses daur ulang untuk meningkatkan nilai ekonomi dari sampah elektronik tersebut," sebut Rosa.

Sampah-sampah elektronik yang terkumpul rupanya masih bisa dimanfaatkan kembali. Komponen elektronik di dalamnya tak hanya bisa digunakan kembali, tetapi bisa juga diolah menjadi barang baru.

Inilah yang dilakukan oleh PT Citra Asia raya, salah satu perusahaan yang mengolah dan mendaur ulang sampah elektronik.

Perusahaan yang sudah mengantongi izin pengangkutan hingga pemanfaatan limbah B3 khusus elektronik dari Kementerian KLHK ini nantinya akan melebur berbagai komponen elektronik menjadi ingot paduan tembaga.

Eko Swastoto Business Development Manager PT CAR, menerangkan, karena sampah elektronik termasuk dalam sampah B3, maka semua sampah harus ditangani sesuai prosedur dan regulasi B3 yang berlaku di Indonesia, mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pemrosesannya.

Adapun, sampah elektronik yang diolah PT CAR berasal dari sampah rumah tangga/domestik dan limbah elektronik dari industri, seperti industri telekomunikasi, industri komputer, hingga industri perangkat seluler.

"Sebagian besar limbah elektronik tersebut memang masih berasal dari industri. Kalau dari rumah tangga kami kategorikan sebagai sampah spesifik dan jumlahnya belum terlalu signifikan," beber Eko.

Dia menjelaskan, sampah-sampah elektronik yang berasal dari industri dan rumah tangga ini akan diproses lebih lanjut di pabrik. Pertama, begitu sampah terkumpul, pihaknya akan langsung melakukan dismantling atau pemisahan dan pembongkaran.

Setelahnya akan dilakukan pemilahan berdasarkan berbagai jenis kandungan. Misalnya memisahkan bagian B3 dan non B3, komponen elektronik dan non elektronik, hingga memisahkan mana saja komponen yang harus ditangani khusus karena rawan meledak atau mengandung bahan kimia berbahaya.

Lalu, komponen elektronik yang didapatkan itulah yang dilebur untuk menjadi ingot paduan tembaga dengan teknologi smelter khusus. Di dalam ingot tersebut terkandung banyak mineral logam yang bisa diproses ulang oleh pengguna, untuk diurai kembali menjadi mineral-mineral logam yang dibutuhkan.

"Jadi secara tidak langsung, kami melakukan proses urban mining. Kami menambang mineral logam, tetapi tidak menggali dari dalam bumi tapi me-recycle yang ada di komponen-komponen elektronik," terang Eko.

Perusahaan yang sudah mendirikan pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, sejak 2019 ini memiliki kapasitas produksi sebesar 8 ton per jam. Namun, hingga kini kapasitas terpakai baru sebesar 10% hingga 20%.

Ada berbagai alasan mengapa kapasitas produksi tak terpakai maksimal, mulai dari masih adanya ekspor komponen elektronik yang sebenarnya masuk kategori sampah/limbah, hingga adanya pihak yang tidak memiliki izin pemanfaatan tetapi melakukan kegiatan peleburan atau menangani di luar izin kode limbah B3 yang dimiliki.

"Inilah yang terus kami sosialisasikan pada para industri penghasil limbah elektronik. Kami sampaikan bahwa di Indonesia kini sudah ada pemanfaat limbah elektronik, dimana dari hulu sampai hilir di satu tempat saja," kata Eko.

"Jadi, penanganannya akan terdata rami, keamanan data terjamin, dan tidak ada bagian penting yang tercecer ke pihak yang tidak memiliki hal menangani limbah dari para penghasil tersebut," tambah dia.

Menurut Eko, industri pemanfaatan sampah/limbah elektronik ini sangat prospektif, bukan hanya mendukung penanganan sampah B3 elektronik dari rumah tangga dan industri, tetapi bisa menjadi alternatif memenuhi kebutuhan dasar bahan baku industri di bidang teknologi dari proses recycle.

Dia pun menyebut industri ini minim pencemaran lingkungan bila prosesnya dilakukan dengan benar.

Namun, Eko tak memungkiri bahwa masih ada tantangan yang dihadapi industri ini, khususnya dalam menegakkan aturan yang berlaku. Regulasi yang mengatur limbah B3 elektronik ini sudah banyak dan terpadu, tetapi penetapannya perlu dilakukan secara konsisten, tegas dan tidak tebang pilih.

"Penanganan sampah elektronik yang dilakukan oleh izin pemanfaat seperti kami, akan membuat penghasil limbah elektronik mengetahui ke mana limbahnya tersebut dari tempat mereka sampai akhir, dan terdata jadi apa saja," tuturnya.

Dia juga berharap, ekspor sampah/limbah B3 elektronik bisa dikurangi, mengingat kebutuhan di dalam negeri sangat besar. Dia berharap adanya dukungan dari pemerintah agar investasi besar yang sudah dilakukan dapat tumbuh dengan baik, sehingga kapasitas terpasang pun terpasang dengan optimal.

(Tulisan ini merupakan hasil dari program fellowship Peliputan Berbasis Sains yang diselenggarakan ISN Lab by SISJ dan didukung Google News Initiative)

Artikel ini sebelumnya telah terbit di Kontan.co.id

Previous
Previous

Kisah Sepiring Nasi dan Pelestari Beras Lokal di Jawa

Next
Next

Krisis air di Pulau Siau: kabar buruk dari masa depan